Rabu, 25 Desember 2013

"Lakum Dinukum Waliyadin"

toleransi itu meyakini keyakinan sendiri tanpa larut dan ikut keyakinan lain | bagimu agamamu dan bagiku agamaku


POLWAN SHALIHAH ^^

Ini nih, baru cakep.. :D
apa yang sudah diizinkan bahkan diperintah Allah | tidak layak diperselisihkan oleh manusia

@AlFatihStudios




PPT MEDIA AUDIO

PPT LIMAS

MAKALAH MENGENAL KERAGAMAN SISWA


Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Psikologi Pendidikan SD
yang diampu oleh dosen Dra. Nur Wahyumiani, M.A.

Oleh:
  1. Oktarina Indrawati           12144600010
  2. Wawan Andi Permana        12144600040
A1-12
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
YOGYAKARTA
2013


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pada proses pembelajaran, guru tidak cukup hanya dengan menyampaikan materi pelajaran saja atau yang biasa disebut dengan transfer ilmu. Sebab, di dalam pembelajaran atau pendidikan, ada empat aspek penilaian yang harus dilakukan guru terhadap siswanya yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Oleh karena itu, demi terwujudnya tujuan belajar dengan hasil yang optimal, guru perlu mengenal masing-masing siswa, dimana setiap siswa merupakan makhluk yang unik, secara lebih dekat. Untuk dapat mengenal siswa lebih dekat maka guru perlu mengetahui hal-hal apa saja yang membedakan siswa satu dengan siswa yang lainnya. Untuk itu, mahasiswa calon guru sangat perlu untuk memahami materi mengenal individu siswa supaya kelak ketika menjadi guru dapat dengan tepat menentukan materi, metode, dan tehnik penyampaian materi yang sesuai dengan kondisi siswa yang beragam di kelas dengan harapan tujuan belajar dapat terwujud dengan hasil yang optimal.

B.     Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa calon guru tentang keragaman siswa.


BAB II
PEMBAHASAN

1.    INTELIGENSI
Inteligensi bukan merupakan kata asli yang berasal dari bahasa Indonesia. Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu “inteligensia“. Sedangkan kata “inteligensia“ berasal dari kata inter dan lego, “inter” berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.
Inteligensi berasal dari kata latin “intelligere” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to organize, to relate, to bind together). Masyarakat umum mengenal inteligensi sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi.
Inteligensi adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari. Minat terhadap inteligensi sering kali difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian individual.
A.   Definisi Inteligensi Menurut Para Ahli
1.      Inteligensi Menurut Alfred Binet (1857-1911) & Theodore Simon, inteligensi terdiri dari tiga komponen, yaitu kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah dilaksanakan, dan kemampuan untuk mengritik diri sendiri (autocriticism).
2.      Anita E. Woolfolk (1995) mengemukakan bahwa menurut teori-teori lama, inteligensi itu meliputi tiga pengertian, yaitu : (1). Kemampuan untuk belajar. (2). Keseluruh pengetahuan yang di peroleh. (3). Kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
Selanjutnya, Woolfolk  mengemukakan inteligensi itu merupakan satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahan dalam rangka mamacahkan masalah dan beradaptasi dengan lingkungan.
3.      David Wechsler, intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. 
4.      Lewis Madison Terman pada tahun 1916 mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak.
5.      H. H. Goddard pada tahun 1946 mendefinisikan inteligensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang.
6.      V.A.C. Henmon mengatakan bahwa inteligensi terdiri atas dua faktor, yaitu kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh.
7.      Baldwin pada tahun 1901 mendefinisikan inteligensi sebagai daya atau kemampuan untuk memahami.
8.      Edward Lee Thorndike (1874-1949) pada tahun 1913 mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta.
9.      George D. Stoddard pada tahun 1941 mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk memahami masalah-masalah yang bercirikan mengandung kesukaran, kompleks, abstrak, ekonomis, diarahkan pada suatu tujuan, mempunyai nilai sosial, dan berasal dari sumbernya.
10.  Walters dan Gardber pada tahun 1986 mendefinisikan inteligensi sebagai suatu kemampuan atau serangkaian kemampuan-kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah, atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu.
11.  Flynn pada tahun 1987 mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar dari pengalaman.
Faktor yang memengaruhi kecerdasan
B.      Faktor yang memengaruhi kecerdasan, yaitu:
a.      Faktor Bawaan atau Biologis
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan.
b.      Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
c.       Faktor Pembentukan atau Lingkungan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi.
d.      Faktor Kematangan
Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
e.      Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.


C.   Perbedaan Inteligensi dan IQ
Inteligensi dan IQ (Intelligence Quotient) adalah dua hal yang berbeda. Arti inteligensi didefinisikan berbeda-beda oleh para ahli. Salah satu contohnya, pengertian inteligensi menurut Alfred Binet (1857-1911) & Theodore Simon, inteligensi terdiri dari tiga komponen, yaitu kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah dilaksanakan, dan kemampuan untuk mengritik diri sendiri (autocriticism). Sedangkan IQ adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan. Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (mental age) dengan umur kronologik (chronological age).
Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak mengalami kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.

D.   Intelligensi dan Bakat
Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang sangat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut bakat atau aptitude. Karena suatu tes Inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic aptitude Test adalah Tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.
Bakat adalah suatu kemampuan alamiah yang dimiliki oleh seseorang yang memungkinkan ia melakukan sesuatu dengan baik. Bakat berbeda dengan kemampuan, kapasitas, dan prestasi. Kemampuan adalah daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan menunjukkan bahwa suatu tindakan dapat dilaksanakan sekarang sedangkan bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan di masa yang akan datang. Kapasitas diartikan sebagai kemampuan yang dapat dikembangkan sepenuhnya di masa mendatang apabila kondisi latihan dikemukakan secara optimal.
Bakat dan kemampuan dapat menentukan prestasi seseorang, namun orang yang berbakat tidak selalu mempunyai prestasi yang tinggi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bakat yaitu faktor dari dalam diri orang tersebut seperti minatnya terhadap suatu bidang, keinginannya untuk berprestasi, dan keuletannya untuk mengatasi kesulitan atau rintangan yang mungkin timbul. Faktor dari lingkungan seperti kesempatan, sarana, dan prasarana yang tersedia, dukungan dan dorongan orang tua, taraf sosial ekonomi orang tua, tempat tinggal, dan sebagainya. Terkadang orang tidak menyadari akan bakat yang dimilikinya. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang lain dalam menemukam bakat yang dimilikinya. Dalam mengenali bakat seseorang kita harus mengetahui ciri-ciri dari bakat itu sendiri yaitu seseorang melakukan suatu hal dengan perasaan senang atau bahagia dan perasaaan itu akan muncul lagi apabila melakukan hal yang sama, dapat memahami suatu hal dengan cepat dan sering dilakukan dari hal-hal lain biasanya dilakukan oleh inisiatif sendiri. Hal yang dilakukan cenderung mengarah pada pencapaian sebuah prestasi. Selain dengan mengenali bakat dengan ciri-ciri kita juga dapat mengenali bakat dengan menerapakan pendekatan yang dikembangkan dalam psikologi kognitif yakni pencatatan dan model pengenalan diri.
E.    faktor-faktor yang Mempengaruhi Inteligensi
1.      Faktor bawaan atau keturunan.
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.


2.      Faktor lingkungan.
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, lingkungan tetap bisa mempengaruhi inteligensi. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.

F.    Intelligensi dan Kreativitas
Menurut penelitian, tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas. Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa hal ini terjadi. J.P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.

G.     TEORI-TEORI INTELEGENSI
a.         Teori Dua Faktor ( Charles Sperman)
Charles E Spearman (1836) merupakan murid dari Wundt. Ia memulai karirnya sebagai seorang psikolog. Teori yang dikemukakan oleh Charles R Spearman adalah teori “ Two factors “. Menurut Charles, inteligensi terdiri dari kemampuan umum yang disimbolkan sebagai  “g” yaitu general factor dan kemampuan khusus yang disimbolkan sebagai “s” atau specific factor.
Teori ini berawal dari analisis korelasional yang dilakukannya terhadap skor seperangkat tes yang memilki tujuan serta fungsi ukur yang berlainan. Hasil dari analisis yang dilakukan oleh Charles menyatakan adanya interkorelasi positif di antara tes-tes tersebut. Tes-tes tersebut mengukur suatu faktor umum yang sama, dan faktor inilah yang disebut sebagai general factor. Namun, selain terdapat faktor umum terdapat juga faktor khusus/spesifik yang hanya diukur oleh tes tertentu saja yang disebut dengan specific factor.Spearman menyatakan bahwa kecerdasan terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor-G dan faktor-S. Konsep Spearman disebut sebagai kecerdasan umum atau faktor G dapat menentukan sama ada seseorang itu pandai atau bodoh. Setelah menggunakan teknik yang dikenali dengan analisis faktor untuk menyimak sejumlah ujian bakat mental, Spearman  menyimpulkan bahwa skor ujian yang sangat mirip.
Kelebihan teori dua faktor yang dikemukakan Spearman :
Orang yang menjalani ujian kognitif dengan baik cenderung mempunyai prestasi yang baik pada ujian lain, Spearman membuat kesimpulan bahawa kecerdasan adalah kemampuan umum kognitif yang dapat diukur dan dinyatakan secara numerik (Spearman, 1904).
Kelemahan dari teori dua faktor oleh Spearman :
Sementara mereka yang menunjukkan keputusan buruk pada satu ujian skor akan cenderung menjadi buruk pada ujian yang lain. Dalam pengamatan ini, Spearman mencatat bahawa semua ujian kemampuan mental berkorelasi positif. Spearman mendapati bahawa orang yang mendapat skor tinggi pada ujian IQ atau ujian kemampuan mental selalunya akan mempunyai skor lebih tinggi pada jenis ujian yang lain manakala orang yang mendapat skor yang lebih rendah umumnya mempunyai skor rendah juga pada ujian lain. Faktor kedua Charles Spearman dikenalpasti adalah faktor khusus. Faktor khusus ini yang berkaitan dengan kemampuan unik yang memerlukan ujian tertentu yang berbeda-beda dalam ujian untuk mengujinya. Spearman dan para pengikutnya menyatakan kecerdasan umum jauh lebih penting daripada faktor tertentu. 
b.      Teori Primary Mental Abilities (Louis L. Thurstone)
 L. L. Thurston tidak menerima wujudnya faktor-G. Beliau tidak menerima wujudnya kecerdasan umum tetapi yang ada hanyalah faktor yang berbagai (lainnya).
Kelebihan teori dua faktor yang dikemukakan Thurstone :
  1. Mampu untuk memahami bahasa verbal, berfikir verbal dan menangkap hubungan antara konsep.
  2. Mampu mengutarakan ide yang ada di fikiran dengan kata-kata.
  3. Mampu  Untuk menggunakan fikiran melalui angka-angka, dan memperhitungkan secara cepat serta tepat bahan-bahan yang sifatnya kuantitatif.
  4. Mampu untuk melihat dimensi, mengimaginasikan bentuk akhir sesuatu objek dengan melihat pelannya.
  5. Mampu untuk mengingati hal-hal yang dialami atau yang dipelajari sebelumnya.
  6. Mampu untuk mengenali persamaan dan perbedaan antara objek-objek atau simbol-simbol secara pantas dan teliti serta dapat menentukan yang paling penting dan yang tidak penting.
  7. Mampu untuk memecahkan persoalan-persoalan secara logik, kemampuan membuat abstraksi dan kemampuan menangkap perhubungan di antara dua hal Kelemahan teori dua faktor yang dikem ukakan Thurstone :
Kelemahan dari alat uji kecerdasan ini adalah terdapat bias budaya, bahasa dan lingkungan yang memengaruhinya. Kekecewaan terhadap tes IQ konvensional menimbulkan pengembangan sejumlah teori alternatif, yang semuanya menegaskan bahwa kecerdasan adalah hasil dari sejumlah kemampuan independen yang berkonstribusi secara unik terhadap tampilan manusia.
c.       Teori Multifactors Theory/ Teori Struktur Intelek (Guilford) 
Kelebihan dari penerapan teori ini ialah dapat memaksimalkan semua potensi yang ada terutama dalam proses berfikir yang lebih kompleks (divergen). Sedangkan kekurangannya ialah bila digunakan kepada anak-anak atau siswa yang terbiasa dengan menggunakan pola berfikir konvergen yang menyebabkan anak tersebut mengalami kebingungan. Karena dalam pola berfikir konfergen selalu meminta jawaban yang paling benar. Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Guilford mengemukakan bahwa inteligensi dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau “faces of intellect”, yaitu : Operasi Mental (Proses Befikir) , Content (Isi yang Dipikirkan), Visual (bentuk konkret atau gambaran).
d.      Teori Multiple Intelligence (Howard Gardner) 
 Keunggulan teori Multiple Intelligence adalah:
  1. Aktivitas pengajaran yang disesuaikan dengan ragam kecerdasan yang dimiliki oleh siswa sedikit banyak telah memunculkan semangat belajar dan rasa percaya diri pada setiap siswa. Siswa digali kreativitasnya agar mereka dapat mempelajari pelajaran sesuai dengan talenta yang ada pada mereka, misalnya melalui lagu, pantun, puisi, drama dan lain-lain.
  2. Melalui penerapan teori Multiple Intelligence dalam pembelajaran fisika misalnya telah menggugurkan anggapan bahwa pelajaran fisika (misal) itu sulit dan tidak menyenangkan. Karena melalui teori ini guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mempelajari fisika sesuai dengan ragam kecerdasan yang dimilikinya.
  3. Melalui teori Multiple intelligence ini pula siswa belajar untuk lebih menggali potensi yang ada pada dirinya dan dapat lebih menghargai talenta yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya. Selain itu siswa juga belajar untuk menghargai kelebihan dan kekurangan masing-masing, misalnya siswa yang biasanya dianggap bodoh karena selalu mendapat nilai buruk dalam pelajaran ternyata mampu membuat puisi dan menggubah syair lagu dengan konsep-konsep yang ada pada pelajaran tersebut dengan sangat indah.
  4. Metode ini juga sangat efektif karena mampu meningkatkan aktivitas dan kreatifitas siswa dalam bentuk interaksi baik antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa lainnya. Bahkan interaksi ini lebih didominasi oleh interaksi antara siswa dengan siswa sedangkan guru hanya bersifat sebagai moderator saja. Tanya jawab antar siswa berjalan dengan sangat baik dan setiap penilaian yang diberikan oleh guru maupun siswa lainnya mampu memacu dirinya untuk lebih menggali konsep-konsep materi yang diajarkan sehingga menghasilkan rasa keingintahuan dan percaya diri yang tinggi.
  5. Lebih jauh lagi, melalui penerapan teori Multiple Intelligence dalam pembelajaran di sekolah diharapkan siswa dapat melihat kenyataan bahwa mereka itu “unik”. Tuhan menciptakan jutaan bahkan milyaran manusia dengan keunikan tersendiri. Mereka juga dapat melihat bahwa Tuhan sudah menyediakan laboratorium terbesar bagi mereka berupa alam semesta sehingga dengan kesadaran seperti ini maka kecerdasan spriritual (SQ) mereka juga akan ikut tergali. Oleh karena itu secara keseluruhan metode ini mampu menciptakan rasa belajar yang menyenangkan yang pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan minat dan motivasi siswa pada pelajaran. Indikator terakhir yang diharapkan tentu saja adalah adanya peningkatan nilai rata-rata kelulusan pada mata pelajaran yang ada umumnya
Selain berbagai keunggulan dari teori Multiple Intelligence, ada juga beberapa kelemahan/kendala  yaitu:
  1. Sedikitnya waktu pembelajaran yang tersedia sedangkan materi yang harus diajarkan sangat banyak. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dikatakan bahwa guru memiliki kewenangan untuk memilih materimateri esensial yang akan diajarkan kepada siswanya, sedangkan kenyataannya adalah masih adanya tes bagi siswa (ujian nasional dan ujian sekolah contohnya), dengan soal-soal yang notabene bukan berasal dari guru yang bersangkutan. Sedang pemahaman tentang materi mana yang dianggap esensial dan materi mana yang kurang esensial bagi setiap guru bisa saja berbeda-beda. Akhirnya, mau tidak mau guru harus mengajarkan semua materi yang ada dalam buku paket.
  2. Penerapan teori Multiple Intelligence dalam proses pembelajaran fisika misalnya akan membuat siswa tidak hanya duduk “manis” mendengarkan ceramah dari guru. Siswa diberi keleluasaan untuk mencari tempat dimana mereka akan belajar. Jadi proses belajar mengajar tidak selalu dilakukan di dalam kelas tetapi bisa di lapangan, ruang laboratorium atau perpustakaan. Adakalanya ketika siswa berada dilapangan untuk mempraktekkan sesuatu, hal tersebut ikut memancing keingintahuan siswa yang sedang belajar di kelas lain sehingga guru-guru yang lain (mungkin) merasa terganggu.
  3. Penerapan teori Multiple Intelligence dalam ruang kelas juga memungkinkan terjadinya diskusi hangat dalam kelas. Adakalanya siswa berteriak atau bertepuk tangan untuk mengungkapkan kegembiraannya ketika mereka mampu memecahkan suatu masalah. Hal ini juga dapat menggangu konsentrasi guru dan siswa yang berada di kelas lain.
  4. Adanya keengganan dari para guru untuk mengubah paradigma lama dalam pendidikan. Kebanyakan guru sudah merasa nyaman dengan metode ceramah sehingga mereka enggan untuk mencoba hal-hal yang baru karena dianggap merepotkan.
e.      Gf – Gc Theory (Raymond Bernard Cattell) 
Dalam teorinya mengenai organisasi mental, Cattell (1963) mengklasifikasikan kemampuan mental menjadi dua macam, yaitu: Inteligensi fluid (gf) yang merupakan faktor bawaan biologis, dan Inteligensi crystallized (gc) yang merefleksikan adanya pengaruh pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan dalam diri individu.
Kelebihan teori dua faktor yang dikemukakan Raymond Bernard Cattell :
Dapat meningkatkan kadar dalam diri seseorang seiring dengan bertambahnya pengalaman. Dengan kata lain, tugas-tugas kognitif di mana keterampilan-keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan telah mengkristal akibat dari pengalaman sebelumnya, seperti kekayaan kosa kata, pengetahuan, kebiasaan penalaran, dan lain-lain, semua akan meningkatkan inteligensi dimaksud. Pada umumnya, dikatakan sebagai kemampuan umum dalam menyelesaikan masalah.
Kelemahan dari teori dua faktor oleh Raymond Bernard Cattell :
Inteligensi fluid sangat penting artinya guna keberhasilan melakukan tugas-tugas yang menuntut kemampuan adaptasi atau penyesuaian pada situasi-situasi baru di mana inteligensi crystallized tidak begitu berperan.

H.   Howard Gardner membagi inteligensi dalam 8 jenis
Pada tahun 1983, Dr. Howard Gardner  dari Harvard University Amerika Serikat mengembangkan suatu kriteria  jamak untuk mengukur intelegensi manusia. Gardner berpendapat bahwa, kecerdasan yang dimiliki seseorang terdiri dari berbagai bentuk kecerdasan, bukan kecerdasan tunggal. Dan teori tentang kecerdasan jamak tersebut disebut dengan multiple intelligences. Multiple intelligences adalah sebuah penilaian yang melihat secara deskriptif bagaimana individu menggunakan berbagai  kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu.
Di dalam teori multiple intelligences, Dr. Howard Gardner membagi kecerdasan manusia dalam 8 jenis kecerdasan, yaitu :
  1. Kecerdasan  Linguistik adalah  kemampuan untuk membaca, menulis  dan  berkomunikasi.  Anak-anak  dengan kemampuan linguistik  di atas rata-rata, tidak akan memiliki kesulitan dalam berbahasa, baik verbal maupun tulisan.
  2. Kecerdasan  Logis-Matematis adalah kemampuan untuk menganalis masalah secara logis, dan sistematis, menemukan atau menciptakan rumus-rumus atau pola matematika dan menyelidiki sesuatu secara ilmiah.
  3. Kecerdasan Visual-Spasial adalah kemampuan untuk berpikir melalui gambar, memvisualisasikan hasil  masa depan, mengimajinasikan sesuatu dengan penglihatan.  Kecerdasan jenis ini memungkinkan orang membayangkan bentuk geometri atau tiga dimensi dengan lebih mudah.
  4. Kecerdasan  Musikal adalah kemampuan untuk mengkomposisikan musik, menyanyi dan menghargai musik serta memiliki kepekaan terhadap irama.  Anak-anak dengan kecerdasan musikal yang menonjol tampak dari kemampuan mereka untuk mengenali dan mengingat nada-nada dengan mudah.
  5. Kecerdasan  Kinestetis-Badan adalah kemampuan untuk menggunakan badan secara terampil. Anak-anak dengan  kecerdasan jenis ini, secara alamiah memiliki tubuh yang atletis dan memiliki ketrampilan fisik.
  6. Kecerdasan  Interpersonal adalah kemampuan untuk bisa memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, serta melihat perbedaan orang lain dari segi suasana hati, temperamen dan motivasi.   Kecerdasan  Interpersonal adalah kemampuan untuk bekerja secara efektif dengan orang lain, memiliki empati dan pengertian, menghayati motivasi dan tujuan seseorang.
  7. Kecerdasan  Intrapersonal merupakan kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri, mengetahui siapa dirinya, apa yang dapat ia lakukan, apa yang ingin ia lakukan, bagaimana reaksi diri sendiri terhadap suatu situasi, dan memahami situasi seperti apa yang sebaiknya ia hindari serta mengarahkan dan mengintrospeksi diri.
  8. Kecerdasan Naturalis adalah kemampuan untuk merasakan bentuk-bentuk serta menghubungkan  elemen-elemen yang ada di alam.  Individu-individu dengan kecerdasan naturalis yang tinggi sangat berminat pada lingkungan bumi dan spesies.
I.      Pengukuran Intelegensi
Tingkat intelegensi seseorang tidak dapat diketahui hanya berdasarkan perkiraan melalui pengamatan, melainkan harus diukur dengan menggunakan alat khusus yang dinamakan tes intelegensi atau Intelligence Quotient (IQ). Walgito (1997) (dalam Khadijah, 2009 : 92) mengemukakan bahwa orang yang dapat dipandang sebagai orang yang pertama menciptakan tes intelegensi adalah Binet.
Macam-macam tes intelegensi,antara lain:(1)Tes Binet Simon;(2)Brightness test atau tes Mosselon yaitu tes three words (tes 3 kata); (3) Telegram test, yaitu tes membuat berita dalam bentuk telegram; (4) Definitie, yaitu tes mendefinisikan sesuatu;
(5)Wiggly test, yaitu tes menyusun
kembali balok-balok kecil yang semula tersusun menjadi satu;
(6) Stenguest test, yaitu tes mengamati suatu benda sebaik-baiknya, lalu dirusak kemudian diminta membentuk kembali; (7) Absurdity test, yaitu tes mencari keanehan yang terdapat dalam suatu bentuk cerita;(8) Medallion test, yaitu tes menyelesaikan gambar yang belum jadi atau baru sebagian; (9)Educational test (scholastik test), yaitu tes yang biasanya diberikan di sekolah-sekolah.
Berdasarkan cara tes yang disebut tes binet-simon sebagai tes intelegensi yang pertama  muncul, memperhitungkan 2 hal dalam melakukan tes, yaitu :
(1)Umur Kronologis (Cronological Age atau Calender
Age
atau CA) yaitu umurseseorang sebagaimana yang
ditunjukkan dengan hari kelahirannya atau lamanya ia hidup sejak
tanggal lahirnya.
(2)Umur mental  (mental age disingkat MA) yaitu umur
kecerdasansebagaimana yang ditunjukkan oleh hasil tes kemampuan
akademik.
Perbandingan kecerdasan itu = umur mental dibandingkan dengan umur kronologis.
Sehingga dapat dirumuskan :
IQ = (MA/CA) x 100%

Caranya :
1.      Berikan soal-soal yang sesuai tingkat umur;
2.      Tiap pertanyaan (dalam soal) dinilai betul/salah;
3.      Tentukan jumlah soal untuk tingkat umur;
4.      Jumlahkan nilai tiap kelompok soal;
5.      Berikan soal-soal untuk umur dibawahnya, sehingga
soal terjawab;
6.      Pada kelompok soal tingkat umur
yang sudah terjawab kita hentikan;
7.      Berikan pertanyaan dari soal untuk umur di atasnya, pada saat anak tersebut tidak dapat menjawab semua pertanyaan, baru dihentikan;
8.      Nilai jawaban yang betul kita jumlahkan, itulah umur kecerdasan (MA);
9.      Hasil angka akhir setelah dihitung dengan rumus, itulah IQ.
Angka akhir tersebut disesuaikan dengan
kategori IQ anak atas pedoman Simon,yaitu :
Normal   =  90 – 110
Cerdas   =  120
Superior =  130
Gefsted/genius > 140
Debil    = 60 – 79
Embisil = 40 – 55
Idiot    =  30 / 25

Alat uji kecerdasan yang lain adalah :
  • Wechsler scales yang terbagi menjadi beberapa turunan alat uji seperti :
    • WB (untuk dewasa)
    • WAIS (untuk dewasa versi lebih baru)
    • WISC (untuk anak usia sekolah)
    • WPPSI (untuk anak pra sekolah)

Klasifikasi IQ menurut Alfred Binet:
 
KLASIFIKASI
IQ
Genius
140 keatas
Sangat cerdas
Cerdas ( superior)
130-139
120-129
Diatas rata-rata
Rata-rata
110-119
90-109
Dibawah rata-rata
80-85
Garis batas ( bodoh)
70-79
Moron ( lemah pikir )
50-69
Imbisil  ( idiot)
45 kebawah




Klasifikasi IQ menurut Wechsler:

KLASIFIKASI
:
IQ
Very Superior
:
>130
Superior
:
120 – 129
Rata - Rata Atas
:
110 – 119
Rata – rata
:
90 – 109
Rata - rata Bawah
:
80 -  89
Boderline
:
70 – 79
Mentally retarded
:
< 69


2.      Emotional Intelligence
Emotional Intelligence atau sering disebut Emotional Quotient (EQ) adalah kecerdasan emosional yang mencakup kesadaran diri, pengendalian dorongan hati, ketekunan, semangat atau motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial.
Menurut Goleman, emotional intelligence terdiri dari 4 area :
  1.  Developing emotional, seperti : kemampuan untuk memisahkan perasaa  dari tindakan.
  2. Managing emotions, seperti : mampu untuk mengendalikan amarah.
  3. Reading emotions, seperti : memahami perspektif orang lain.
  4. Handing relationships, seperti : kemampuan untuk memecahkan problem hubungan.

Sebelumnya sudah banyak penelitian tentang kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan intelektual bisa diukur, ditunjuk dengan score-score tertentu, apakah tinggi, sedang, jenius, diatas rata-rata atau dibawah rata-rata. Jelas bahwa kecerdasan intelektual  (IQ) yang tinggi berbicara tentang kemampuan minat intelektual yang dapat kita ramalkan. Sedangkan kecerdasan emosi (EQ) yang tinggi berbicara menggenai tidak mudah takut ataupun gelisah, mudah bergaul, mampu melibatkan diri dengan orang lain atau dengan permasalahan, tanggung jawabdan simpatik, erat dalam hubungan social.
Daniel Goleman mengungkapkan mengapa orang ber-IQ tinggi gagal dan orang yang ber-IQ sedang-sedang menjadi berhasil. Hal ini disebabkan oleh satu faktor penting, yang selama ini selalu diabaikan, yaitu faktor EQ. Kecerdasan emosional ini memiliki ciri-ciri yang menandai orang yang menonjol dalam hubungan interpersonal yang dekat dan hangat, penyesuaian dan pengendalian diri yang baik (dalam hal emosi, perasaan, frustrasi), menjadi bintang di pergaulan linkungan sosial dan dunia kerja. Seandainya seorang yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah maka dia akan mengalami kesulitan bergaul (sulit berteman), kesulitan mendapat pekerjaan, kesulitan perkawinan, kecanggungan mendidik anak, memburuknya kesehatan, dan akhirnya menghambat perkembangan intelektual dan menghancurkan karir. Barangkali kerugian terbesar diderita oleh anak-anak, yaitu dapat terjerumus stres, depresi, gangguan makan, kehamilan yang tak diinginkan, agresivitas, dan kejahatan dengan kekerasan. 
Dalam lingkungan sosial, orang yang berhasil belum tentu orang yang waktu masih sebagai siswa yang mempunyai nilai sekolah yang baik sekali, juga belum tentu yang keluaran dari sekolah favourit/terkenal. Mereka yang berhasil adalah kebanyakan dari mereka yang dalam memanfaatkan dan mengembangkan faktor EQ dalam hubungan sosial. Seperti : penghargaan satu dengan yang lainnya, kesadaran diri, pengendalian diri, kesabaran, sikap halus (lembut), optimistik, dan lain-lain. Disini digunakan kata memanfaatkan dan mengembangkan seperti disebutkan diatas karena EQ itu selain dipengaruhi oleh faktor keturunan (nature) juga dipengaruhi oleh faktor belajar/setelah lahir (nurture).
Satu hal yang menggembirakan ini adalah bahwa EQ itu dapat dikembangkan, dipupuk, dan diperkuat dalam diri kita semua. Oleh karena itu, kita bisa berusaha meningkatkan kecerdasan emosional itu agar memperoleh dan menikmati hidup yang sehat, bahagia, dan berhasil di segala bidang kehidupan ini. Meskipun demikian, kita tidak bisa mengenal diri kita secara penuh atau total, tetapi kita harus berusaha menuju jalan atau cara yang bisa membuat kita lebih mengetahui dan memahami EQ itu sendiri. Hal ini dengan maksud untuk menampilkan dan menguatkan perilaku kita yang positif (kelebihan dan keunggulan kita) serta menutupi dan mengaburkan perilaku kita yang negatif (kelemahan dan kejelekan kita).



3.      Spiritual Inteligensi
Kecerdasan spiritual atau yang biasa dikenal dengan SQ (bahasa Inggris: spiritual quotient) adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.
SQ merupakan fasilitas yang membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan berdamai dengan persoalannya itu. Ciri utama dari SQ ini ditunjukkan dengan kesadaran seseorang untuk menggunakan pengalamannya sebagai bentuk penerapan nilai dan makna.
Kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik akan ditandai dengan kemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, mampu menghadapi penderitaan dan rasa sakit, mampu mengambil pelajaran yang berharga dari suatu kegagalan, mampu mewujudkan hidup sesuai dengan visi dan misi, mampu melihat keterkaitan antara berbagai hal, mandiri, serta pada akhirnya membuat seseorang mengerti akan makna hidupnya.

4.      Gaya Belajar
Menurut DePorter dan Hernacki (2002), gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality).
Pengertian Gaya Belajar dan Macam-macam Gaya Belajar:
 1.   VISUAL (Visual Learners)
Gaya Belajar Visual (Visual Learners) menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham Gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagai orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya, kedua memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, ketiga memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik, keempat memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung, kelima terlalu reaktif terhadap suara, keenam sulit mengikuti anjuran secara lisan, ketujuh seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Ciri-ciri gaya belajar visual ini yaitu :
1.   Cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar
2.   Bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi
3.   Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak
4.   Tak suka bicara didepan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain. Terlihat pasif dalam kegiatan diskusi.
5.   Kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan
6.   Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan
7.   Dapat duduk tenang ditengah situasi yang rebut dan ramai tanpa terganggu

 2.  AUDITORI (Auditory Learners )
Gaya belajar Auditori (Auditory Learners) mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.
Ciri-ciri gaya belajar Auditori yaitu :
1.   Mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas, atau materi yang didiskusikan dalam kelompok/ kelas
2.   Pendengar ulung: anak mudah menguasai materi iklan/ lagu di televise/ radio
3.   Cenderung banyak omong
4.   Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya
5.   Kurang cakap dalm mengerjakan tugas mengarang/ menulis
6.   Senang berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain
7.   Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru dilingkungan sekitarnya, seperti hadirnya  anak baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas, dll

3.  KINESTETIK (Kinesthetic Learners)
Gaya belajar Kinestetik (Kinesthetic Learners) mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya  ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya.
Ciri-ciri gaya belajar Kinestetik yaitu :
1.   Menyentuh segala
•  sesuatu yang dijumapinya, termasuk saat belajar
•  Sulit berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak
• Mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif. Contoh: saat guru menerangkan pelajaran, dia mendengarkan sambil tangannya asyik menggambar
•  Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar
•  Sulit menguasai hal-hal abstrak seperti peta, symbol dan lambing
•  Menyukai praktek/ percobaan
•  Menyukai permainan dan aktivitas fisik

5.      Kepribadian
1.      Definisi
Menurut Horton (1982:12), pengertian kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi, dan temperamen seseorang. Sikap, perasaan, ekspresi, dan temperamen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika dihadapkan pada situasi tertentu. Setiap orang mempunyai kecenderungan berprilaku yang baku, atau berpola dan konsisten, sehingga menjadi ciri khas pribadinya. Sedangkan pengertian kepribadian menurut Schaefer dan Lamm (1998:97) adalah sebagai keseluruhan pola sikap, kebutuhan, ciri-ciri khas, dan perilaku seseorang. Pola berarti sesuatu yang sudah menjadi standar atau baku, berlaku terus-menerus secara konsisten dalam menghadapi situasi yang dihadapi. Pola perilaku dengan demikian juga merupakan perilaku yang sudah baku, yang cenderung ditampilkan seseorang jika ia dihadapkan pada situasi kehidupan tertentu. Orang yang pada dasarnya pemalu cenderung menghindarkan diri dari kontak mata dengan lawan bicaranya.

2.      Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian.
Menurut Purwanto (2006) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian antara lain:
a.      Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf, tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah  menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita lihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada kepribadian seseorang.

b.      Faktor Sosial
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat ; yakni manusia-manusia lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku dimasyarakat itu.
Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang disekitarnya. Dengan lingkungan yang pertama adalah keluarga. Dalam perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting dan menentukan bagi pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan dan suasana keluarga yang berlainan memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian anak. 
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat tinggi karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian semakin besar seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian.
c.       Faktor Kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain:


·         Nilai-nilai (Values)
Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.
·         Adat dan Tradisi.
Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah, di samping menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggotanya, juga menentukan pula cara-cara bertindak dan bertingkah laku yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.
·         Pengetahuan dan Keterampilan.
Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara kehidupannya.
·         Bahasa
Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan di atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan cirri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi serta bergaul dengan orang lain.
·         Milik Kebendaan (material possessions)
Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.

6.      Temperamen
1.      Definisi Temperamen Menurut Tokoh:
    Menurut Allport (1937) temperamen adalah gejala karakteristik daripada sifat emosi individu, termasuk juga mudah-tidaknya terkena rangsangan emosi, kekuatan serta kecepatannya bereaksi, kualitas kekuatan suasana hatinya, segala cara daripada fluktuasi dan intensitas suasana hati. Gejala ini bergantung pada faktor konstitusional, dan karenanya terutama berasal dari keturunan.
    Menurut G. Edwald mengartikan temperamen adalah konstitusi psikis yang berhubungan dengan konstitusi jasmani. Di sini peranan keturunan memainkan peranan penting, sedangkan pengaruh pendidikan dan lingkungan tidak ada. Dalam kaitan dengan watak, G. Ewald lebih melihat temperamen sebagai yang tetap seumur hidup, yang tak mengalami perkembangan, karena temperamen bergantung pada konstelasi hormon-hormon, sedangkan konstelasi hormon-hormon itu tetap selama hidup.
    Temperamen menurut Santrock (2009), temperamen adalah gaya prilaku dan cara khas pemberian respons seseorang.
    Menurut Chaplin (1995) temperamen adalah totalitas terorganisir dari kecenderungan-kecenderungan psikofisik individu untuk mereaksi dengan satu cara tertentu. d. Menurut LaHaye (1999), temperamen adalah kombinasi pembawaan yang diwarisi dari orang tua dan tanpa sadar mempengaruhi tingkah laku manusia.
    Sujanto (1993) menjelaskan bahwa temperamen berasal dari kata temper yang berarti campuran. Temperamen adalah sifat seseorang yang disebabkan adanya campuran-campuran zat di dalam tubuhnya yang juga mempengaruhi tingkah laku orang tersebut. Jadi temperamen berarti sifat laku jiwa dalam hubungannya dengan sifat kejasmanian. Temperamen juga merupakan sifat-sifat yang tetap dan tidak dapat di didik.
    Menurut LaHaye (1999), Temperamen adalah kombinasi pembawaan yang diwarisi dari orang tua dan tanpa sadar mempengaruhi tingkah laku manusia. Selanjutnya dikatakan pula temperamen menetapkan garis pedoman yang tegas atas tingkah laku setiap orang pola yang akan mempengaruhi seseorang selama hidup.
    Menurut Chaplin (1995) Temperamen adalah disposisi reaktif seseorang. Pengertian disposisi dalam hal ini adalah totalitas terorganisir dari kecenderungan-kecenderungan psikofisik individu untuk mereaksi dengan satu cara tertentu. Selain itu disposisi dapat diartikan sebagai sifat-sifat yang realitif terus-menerus atau menerangkan kualitas yang menetap dan konsekuen dari tingkah laku.
    Corsini (2002) Mengemukakan dua definisi dari temperamen. Pertama, temperamen didefinisikan sebagai pola dasar dari reaksi-reaksi individu yang meliputi karakteristik-karakteristik seperti tingkat energy umum, perubahan emosi, dan intensitas serta tempo dari respon-respon. Kedua dengan mempertimbangkan sebuah ciri dasar psikologi, temperamen dikatakan mengarah pada suasana hati seseorang.

2.      Jenis Temperamen
1. Sanguine
Seseorang yang memiliki tipe sanguine adalah orang yang ramah dan hangat, berusaha menyenangkan hati orang lain, supel dalam bergaul, kehadirannya meramaikan suasana, mudah tertawa tapi mudah pula terharu. Tetapi orang jenis ini punya kekurangan, seperti sembrono, sering berbohong/membual, kurang bisa diandalkan dalam melaksanakan tanggung jawabnya, kurang berpikir panjang, kurang tekun, jika dimarahi dia akan menangis tersedu-sedu tetapi ia akan langsung melupakannya.
2. Melankolis
Seseorang yang memiliki tipe melankolis ini adalah orang yang tekun dalam melakukan sesuatu, berbakat, pefeksionis, suka yang indah-indah, setia, biasanya tanpa disuruh dia akan langsung mengerjakan tugasnya, sangat menjaga barang pribadi, hanya dengan disindir saja dia sudah langsung tahu letak kesalahannya dan berusaha untuk memperbaikinya. Tapi orang jenis ini sangat perasa dan cenderung pemurung, sangat sensitif dan mudah tersinggung, kata-kata kasar yang dituju padanya akan sangat melukai hatinya dan sulit untuk dia lupakan, cenderung pendendam dan menarik diri dari lingkungan luar serta mengasihani diri sendiri.

3. Kolerik
Seseorang yang mempunyai temperamen jenis ini merupakan orang yang berkemauan keras, berjuang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya (ambisius), mandiri, punya rasa percaya diri yang kuat, suka menjadi pemimpin, aktif dan produktif. Tapi orang jenis ini cenderung keras kepala, cenderung ingin menjadi dominan di antara teman-temannya, cenderung bertindak agresif, dan cenderung menentang otoritas pemimpin secara terang-terangan.

4. Flegmatik
Berasal dari kata flegma yang artinya ketidakacuhan atau sikap dingin yang apatis dan menjemukan. Keseluruhan sifat ini tampaknya kebalikan dari kolerik. Orang dengan tipe ini adalah orang yang cinta ketenangan dan kedamaian, pendiam, tidak rewel, penurut, easy going, dan tidak banyak menuntut. Tapi orang jenis ini terkesan lamban, pasif, kurang motivasi, egois, pelit, tidak menyerang otoritas pemimpin secara terang-terangan, tapi sebenarnya dia keras kepala juga dan cenderung sembunyi-sembunyi untuk tidak mematuhi peraturan. Banyak orang yang menganggapnya sebagai pemalas karena sifat dasarnya yang sangat santai dan kurang berambisi.

7.      Kultur
Kultur adalah pola perilaku, keyakinan, dan semua produk dari kelompok orang tertentu yang diturunkan dari generasi ke generasi lainnya.
Etnisitas adalah pola umum karakteristik seperti warisan kultural, nasionalitas, ras, agama, dan bahasa.
Kultur sangat mempengaruhi pengajaran dan pembelajaran. Banyak aspek budaya mempunyai andil bagi identitas dan konsep diri pelajar dan mempengaruhi keyakinan dan nilai, sikap, dan harapan, hubungan sosial, penggunaan bahasa, dan perilaku lain pelajar.

8.      Status Ekonomi
Status ekonomi adalah kelompok orang berdasarkan karakteristik ekonomi, individual, dan pekerjaannya. Kelas sosial menunjukkan lebih dari sekedar tingkat penghasilan dan pendidikan. Bersama kelas sosial terdapat seperangkat perilaku, harapan, dan sikap yang ditemukan dimana-mana, yang saling bersinggungan dengan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya lainnya. Asal kelas sosial siswa mempunyai efek yang sangat besar terhadap sikap dan perilaku di sekolah.

9.      Bahasa
Guru yang baik dan profesional harus memiliki kemampuan untuk mempelajari bahasa lokal di mana dia mengabdi.



10.  Gender
Ketidakadilan gender di ruang kelas atau yang dikenal dengan bias jender dalam pembelajaran (pendidikan) sangat memengaruhi pilihan dan pencapaian siswa dalam belajar. Pendidikan harus mengedepankan pendidikan berperspektif kesetaraan gender.
























DAFTAR PUSTAKA














(http://id.wikipedia.org/wiki/Intelegensi, diakses tanggal 14 Desember 2013